Lencana Facebook

Lencana Facebook

Lencana Facebook

AD (728x90)

Latest Updates

Sabtu, 18 Maret 2017

SELLING CHALLENGE



SELLING CHALLENGE

Ide ini muncul ketika anak saya yang kedua, Qonita Aqila al-Fakhira (6 tahun), merengek untuk ngajak kami bermain jual-jualan, seperti biasa setiap malam setelah solat maghrib Qonita selalu minta kami untuk bermain, permainnnya berbeda-beda, tapi yang paling sering adalah bermain petak umpet dan jualan. Malam itu dengan kondisi yang lelah karena seharian bekerja kami agak kurang bersemangat melayaninya bermain jual-jualan. Sehingga muncul ide untuk memberikan tantangan, saya katakan padanya, ”Ade, kamu kan sering nih main jual-jualan, bagaimana kalau kamu jualan beneran, mau gak kamu jualan di komplek kita, nanti umi akan buatin agar-agar dan kamu yang bertugas menjualnya.” Ia pun dengan bersemangat menjawab, “Mau mau!” bahkan dia  minta dengan segera dibuatkan. Wah, semangat sekali anak Abi yang satu ini.

Esoknya istri saya mempersiapkan segalanya, dan 10 cup agar-agar siap dijajakan ke tetangga terdekat. Alhamdulillah, ludes terjual. Setelah selesai berjualan kamipun mengajaknya bercerita pengalaman berjualan hari ini. Dengan semangat dia menceritakan satu persatu jualannya yang habis terjual. Saya pun bertanya, “Pengalaman apa yang kamu dapatkan dari jualan ini, Nak?”. “Aku Malu, Bi.” Jawabnya. “Lalu sekarang masih malu ga?” saya kembali bertanya. “Udah engga.” katanya. “Tapi ada yang gak beli, Bi.” Ungkapnya. “Ya gapapa, karena kalau jualan tidak mesti semua orang harus beli jualan kita, justru dengan pengalaman ini kamu akan belajar menjadi anak yang tangguh. Dan kamu harus ingat bahwa hidup tak selamanya mudah, jadi butuh kerja keras untuk melaluinya.” Dia hanya senyum-senyum mendengarkan.

***
Awalnya, ada perasaan malu pada kami sebagai orangua untuk menchallenge anak seperti ini, pasti akan ada omongan yang tidak enak dari tetangga. Tapi, Bismillah, tujuan kami hanya untuk menumbuhkan nilai karakter pada diri anak-anak kami, sehingga kamipun menepis keraguan itu. Kami memahami Karakter tidak hanya terkait budi pekerti atau kesantunan, ada banyak nilai karakter yang harus dimiliki anak-anak kita. Budi pekerti adalah hal yang utama namun ini saja tidak cukup, anak juga harus dibekali kemampuan berkomunikasi dan kepercayaan diri yang kuat karena tantangan zaman kedepan akan lebih kompleks sehingga dibutuhkan penanaman karakter sejak dini. Caranya bisa bermacam-macam dan kami mencoba cara ini. Semoga kegiatan ini menjadi pengalaman  yang bisa membuat anak-anak kami menjadi anak-anak yang kuat dan tangguh dan percaya diri. (odi)

Selasa, 12 April 2016

Wadah Mahabah; Resep Pendidikan Anak





Anak merupakan titipan dari Allah Swt yang harus dirawat dengan sebaik-baiknya, karena dengan merawatnya akan menghantarkan kita pada surgaNya, namun sebaliknya jika kita menyia-nyiakannya maka tunggulan pertanggungjawaban kita di hadapan Allah Swt.
Salah satu cara orang tua merawat amanah ini adalah dengan mendidiknya agar menjadi pribadi yang berakhlak. Tentu, mendidik anak bukanlah perkara yang sepele, bukan pekerjaan yang dilakukan dengan asal-asalan, mendidik anak sama halnya dengan kebutuhan pokok yang harus terpenuhi karenanya dibutuhkan ilmu agar penanganan yang dilakukan tepat dan memberikan dampak yang positif. Ditambah lagi dengan pengaruh negatif dari luar yang dapat merusak pertumbuhan anak.
Seperti kita ketahui bersama pergaulan anak-anak saat ini sudah dalam titik memprihatinkan, sehingga orang tua dituntut ekstra waspada. Polda Metro Jaya mengatakan kasus kenakalan remaja  mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Pada tahun 2011 tercatat ada 30 kasus, sementara tahun 2012 terjadi 41 kasus, artinya naik sebanyak 11 kasus, atau meningkat 36,66 persen.
Keluarga merupakan Madrasatul Ula yang jadi benteng pertama untuk membentuk anak yang kuat; kuat iman, kuat kognisi dan afeksi, untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan proses yang baik pula. Menurut Abdullah Nashih ‘Ulwan ada  lima metode pendidikan anak yang saya singkat dengan Wadah Mahabah; 1. al- QudWAH, 2. Al-‘AaDAH, 3. Al-MulahAdzoh, 4. Al-NashiHAh, 5. Al-UquBAH.
1.      Al- Qudwah (keteladanan)
Children See Children Do,  anak adalah peniru yang ulung sehingga membutuhkan sosok yang menjadi teladan dan panutan. Jika yang dilihat prilaku baik maka menjadi baiklah perilaku anak, pun sebaliknya jika yang dilihat buruk maka menirulah anak pada perilaku buruk itu. Seorang ayah akan kesulitan untuk memerintahkan anaknya sholat sementara ayahnya tidak melaksanakan sholat atau contoh lainya seorang ayah yang perokok besar kemungkinan anaknya perokok juga. Maka dari itu orangtua harus menjadi teladan atau model yang baik untuk pendidikan anaknya. Tahapan ini harus dipenuhi agar proses pendidkan anak dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw.

Keteladanan yang harus dicontohkan pada anak meliputi; aspek ibadah, akidah dan penanaman karakter yang menjadi bekal bagi kehidupannya pada masa yang akan datang.

2.      Al-‘Aadah (pembiasaan)
Setelah proses keteladanan berjalan dengan baik, maka metode berikutnya adalah dengan pembiasaan, tanpa pembiasaan, nilai-nilai tidak kuat mengakar dalam benak anak. Islam telah mengajarkan bagaimana proses pembiasaan menjadi penting untuk diperhatikan, agar nilai-nilai yang dibangun dapat menancap kuat.

Menumbuhkan kebiasaan yang baik tentu tidaklah mudah, perlu proses dan waktu yang panjang. Contoh dalam hal Pembiasaan shalat, Rasulullah SAW memerintahkan kepada para orang tua agar mereka menyuruh anak mengerjakan shalat pada usia tujuh tahun dan mulai diberlakukan punishment pada usia sepuluh tahun. Dari usia 7-10 tahun ada jarak 3 tahun, ini artinya selama tiga tahun tersebut adalah proses pembiasaan anak untuk mengerjakan sholat, hingga akhirnya sholat menjadi kebutuhan bukan kewajiban. Di rentang waktu tersebut orang tua hendaklah bersabar dan berkomitmen untuk mengingatkan anak untuk sholat.

Jadi dalam proses pembentukan akhlak anak tidak diperoleh dengan instan, mesti ada proses pembiasaan sebelumnya, dan tugas orang tua mengawasi proses ini dengan serius.

3.      Al-Mulahadzoh (pengawasan)
Untuk menghasilkan padi yang baik, maka Petani melakukan pengawasan yang ketat pada sawahnya, menjaga dari serangan hama, memperhatikan pengairannya, dan memberikannya pupuk agar tumbuh menjadi berkualitas. Begitulah juga orang tua memberikan pengawasan kepada anak-anaknya, orang tua hendaknya mencurahkan perhatiannya pada perkembangan anak, memperhatikan perkembangan aspek akidah, akhlak, akal dan sosialnya.

Begitu banyak anak yang baik namun tanpa pengawasan yang kuat dari orang tuanya terkontaminasi dengan pergaulan bebas, dan orang tua baru tersadar ketika anaknya sudah dihadapkan pada masalah. Tentu hal ini tidak kita inginkan, untuk itu berilah pengawasan yang kuat namun jangan sampai mengekangnya sehingga anak menjadi terhambat perkembangannya.

4.      Al-Nashihah (Nasihat)
Sebelum orang tua memberikan nasihat pada anaknya, sebaiknya orang tua sudah memberikan teladan terlebih dahulu agar apa yang disampaikan dapat diterima oleh anak. Pemberian nasihat juga harus dilakukan berulang-ulang agar anak merekam dengan baik dan dapat menjadi perisai bagi dirinya, sehingga anak dapat menyaring setiap keburukan yang datang padanya. Dalam memberikan nasihat sebaiknya disampaikan dengan lemah lembut, dan memperhatikan situasi dan kondisi yang ada.
5.      Al-‘Uqubah (Hukuman)
Perlu diingat, bahwa metode al-‘Uqubah hanya dapat dilakukan diakhir setelah empat proses sebelumnya sudah dilaksanakan dengan baik, jadi jangan coba-coba dibalik. Sebetulnya jika proses peneladanan, pembiasaan, pengawasan dan nasihat dilaksanakan dengan baik anak tidak akan sampai pada tahapan hukuman, karena dengan empat tahapan tersebut anak sudah terbentuk dengan baik. Namun jika dalam perkembangan sosialnya anak melanggar kesalahan, yang harus diperhatikan adalah bahwa hukuman tidak  harus berupa kekerasan fisik, namun bisa juga dengan cara lain yang lebih lembut, misalnya menghilangkan kegiatan kesukaannya, seperti; anak tidak boleh menonton TV selama seminggu atau uang jajannya dikurangi selama beberapa hari.
Lima metode semoga dapat membentuk anak dengan kepribadian insan kamil sehingga dapat menjadi investasi dunia dan akhirat.

Rabu, 06 April 2016


Selasa, 05 April 2016

Hadits Pendidikan : Metode Demonstrasi




وَعَنْ حمْرَانَ مَوْلَى عُثْماَنَ  اَنَّ عُثْمَانَ رَضِيَ الله ُعْنْهُ دَعَابِوُضُوْءٍ .فَتَوَضَّأَ  فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ تَمَضْمَضَ، وَاسْتَنْثَرَ ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنىَ إِلىَ الْمِرْفَقِ، ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اْليُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اْليُمْنىَ إِلىَ اْلكَعْبَيْنِ  ثَلاَثَ مَرَّاتٍ  ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ قاَلَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِيْ هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَوُضُوْئِى هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَيُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ .
Hadits Utsman bin Affan ra; diriwayatkan dari Humran ra katanya: Utsman bin Affan ra telah meminta air untuk berwudhu, setelah memperoleh air beliau  terus membasuh tangan sebanyak tiga kali, kemudian berkumur-kumur serta memasukan dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian beliau membasuh muka sebanyak tiga kali dan membasuh tangan kanannya hingga ke paras siku sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau membasuh tangan kirinya sama seperti beliau membasuh tangan kanannya, kemudian menyapu kepalanya dan membasuh kaki kanan hingga ke batas mata kaki sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau membasuh kaki kiri, sama seperti membasuh kaki kanannya. Kemudian Utsman ra berkata: Aku pernah melihat Rasulullah Saw berwudhu seperti cara Aku berwudhu. Aku juga telah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang mengambil air wudhu seperti cara aku berwudhu kemudian dia menunaikan shalat dua rakat dan tidak berkata antara wudhu dan shalat, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu.”[1]

                 Berdasarkan hadits di atas dapat disimpulkan bahwa Utsman bin Affan secara tidak langsung sedang memperlihatkan cara berwudhu yang benar kepada Hamran ra, Utsman pun  mendapatkan pelajaran tata cara berwudhu dari yang dilakukan  Rasulullah SAW. Rasulullah SAW senantiasa memberi contoh terlebih dahulu kepada sahabatnya sebelum beliau memberikan perintah-perintah beribadah kepada mereka, yaitu melalui pemberian pendidikan dan pelatihan-pelatihan khusus sebelum pelaksanaan kegiatan tertentu dimulai. Dalam ilmu pendidikan cara ini dikenal dengan istilah Metode Demonstrasi.
                                                                                                           
1.      Pengertian Metode Demonstrasi
                      Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang artinya adalah melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu jalan atau cara yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. [2]Adapun istilah metodologi berasal dari kata metoda dan logi. Logi berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti akal atau ilmu. Jadi metodologi artinya ilmu tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[3]
                      Dalam bahasa Arab kata metode diungkapkan dalam berbagai kata. Terkadang digunakan kata atthariqah, manhaj, dan alwashilah. Thariqah berarti jalan, ,manhaj berarti sistem, dan washilah berarti perantara atau mediator. [4]Dengan demikian kata yang paling dekat dengan metode adalah kata thariqah. Karena sebagaimana dijelaskan pada awal pargraf secara bahasa metode adalah suatu jalan untuk mencapai suatu tujuan.
                      Sedangkan  Demonstrasi berasal dari kata “Demonstration=to show” yang artinya memperagakan atau memperlihatkan. Metode demonstrasi diartikan sebagai metode mengajar dengan menggunakan alat peragaan (meragakan), untuk memperjelas suatu pengertian, atau untuk memperlihatkan bagaimana untuk melakukan dan jalannya suatu proses pembuatan tertentu kepada siswa. To Show atau memperkenalkan/mempertontonkan.
    Ahmadi menyatakan yang dimaksud metode demonstrasi adalah metode mengajar di mana guru atau orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri yang memperlihatkan kepada seluruh kelas suatu proses, misalnya proses cara mengambil air wudlu, proses jalannya sholat dua rakaat dan sebagainya.[5]
                          Dari  pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi adalah suatu cara mengajar dengan mempraktekkan /memperlihatkan/memperagakan jalannya suatu proses tertentu dengan  menggunakan alat peraga atau peragaan disertai dengan penjelasan-penjelasan terlebih dahulu tentang tata cara sesuatu atau memeragakan alat dan sebagainya.
                         Dalam pembelajaran menggunakan metode demonstrasi dilakukan pertunjukan sesuatu proses, berkenaan dengan materi pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan baik oleh guru maupun oleh orang luar yang diundang ke kelas. Proses yang dilakukan dari objek yang sebenarnya. [6]
                  Dalam memberikan pengajaran kepada para sahabatnya Rasulullah SAW banyak menggunakan metode demonstrasi yaitu dengan cara menunjukkan terlebih dahulu runutan dalam tata cara ibadah, sambil kemudian para sahabat memperhatikan dan mempraktekkannya.  Seperti hadist tentang tayammum berikut ini:     
عَنْ عَمَّارِ بِنْ يَاسِرِ رضي الله عنه قَالَ : أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ مَاءً فَتَمَعَّكْتُ فِى الصَّعِيْدِ وَصَلَّيْتُ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْكَ هَكَذَا وَضَرَبَ النَّبِيُّ بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ وَنَفَخَ فِيْهِمَا، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ
Dari Ammar bin Yasir ra, ia berkata “ Pada suatu saat aku junub, lalu tidak mendapatkan air, kemudian aku berguling-guling di atas permukaan tanah lalu sholat, setelah itu kusampaikan hal itu kepada Nabi SAW kemudian Rosululloh SAW bersabda “ Sebenarnya cukuplah bagimu hanya (berbuat) begini “ Yaitu Nabi SAW menepukkan kedua telapak tangannya pada permukaan tanah, kemudian meniup keduanya, lalu beliau mengusapkan keduanya pada wajah dan kedua telapak tangannya “ ( Muttafaqun ‘alaihi).
              Dalam hadits diatas dapat kita simpulkan bahwa Rasulullah SAW langsung menunjukkan bagaimana cara bertayammum yang benar kepada Ammar bin Yasir. Dan banyak lagi hadits lainnya yang menggunakan metode demonstrasi.
Metode demonstrasi ini memang mempunyai keunggulan diantaranya:
1.      Guru dapat memusatkan perhatian siswa pada hal yang dianggap penting, sehingga dapat diamati dan dipahami dengan baik.
2.      Dapat mengurangi kesalahan-kesalahan, siswa dapat langsung melihat tata cara yang benar.
3.      Jika siswa langsung mempraktekkannya, maka siswa akan memperoleh pengalaman praktik yang dapat mengembangkan kemampuannya.
4.      Jika timbul pertanyaan pada diri siswa dapat dijawab ketika mengamati proses demonstrasi.[7]

            Dengan demikian metode demonstrasi sudah dilakukan oleh Rasulullah Saw dalam, memberikan penjelasan kepada para sahabatnya, karena metode ini dipandang tepat dengan keunggulan-keunggulannya untuk menjelaskan tata cara ibadah yang benar. Sehingga melahirkan sosok sahabat yang juga dapat menjelaskan kepada sahabat lainnya. seperti yang dilakukan oleh Utsman bin Affan dalam hadits di atas, bagaiman beliau memeragakan cara wudhu Rasulullah untuk mengajarkan kepada sahabat Hamran ra.



[1] Tim penerjemah Jabal, Shahih Bukhari Muslim, Bandung: Penerbit Jabal, 2011 hlm. 79
[2] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, cet-Kedua, hlm.  99
[3] Ibid, hal. 99
[4] H. Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005, Edisi Baru, hlm. 144
[5] Abu Ahmadi, Stategi Belajar Mengajar,  Bandung: Pustaka Setia, 2005 hlm. 62
[6] Dra. Sumiati, Asra, Med, Metode Pembelajaran, Bandung: CV. Wacana Prima, 2009 hlm. 101
[7] Prof. Suyanto, Ph.D, Drs. Asep Jihad, M.Pd, Menjadi Guru Professional, Jakarta: Esensi Eralangga Group, 2013, hlm . 128

© 2013 Odi Azizi. All rights resevered. Designed by Templateism