Membumikan Literasi
Manakah yang lebih sering dikunjungi
siswa kita, warnet game online, ataukah perpustakaan? manakah kegiatan siswa
kita yang lebih sering dilakukan? Membaca buku atau pencet keypad handphone
untuk facebookan?
Pertanyaan ini saya ajukan saat
memulai pelatihan Membangun dasar-dasar sekolah cerdas literasi di Salah satu
sekolah dampingan Makmal pendidikan. Serentak peserta menjawab, warnet dan
facebookan.
Fenomena ini sudah biasa kita
saksikan ditengah masyarakat kita, membaca bagi sebagian masyarakat kita seakan
sebuah kegiatan langitan,hanya dilakukan oleh kaum intelektual saja. Bahkan
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006
mempublikasikan, membaca bagi masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan
sebagai sumber untuk mendapatkan informasi. Masyarakat Indonesia lebih memilih
menonton televisi (85,9%) dan mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca
(23,5%)1. Artinya, membaca untuk mendapatkan informasi baru dilakukan oleh
23,5% dari total penduduk Indonesia. Masyarakat lebih suka mendapatkan
informasi dari televisi dan radio ketimbang membaca. Dengan data ini
menunjukkan bahwa membaca belum menjadi prioritas utama masyarakat Indonesia.
Dan
diperkuat dari laporan Bank Dunia No.
16369-IND, dan Studi IEA (International
Association for the Evalution of Education Achievermen) di Asia Timur,
tingkat terendah membaca anak-anak di pegang oleh negara Indonesia dengan skor 51.7, di bawah Filipina (skor 52.6); Thailand
(skor 65.1); Singapura (74.0); dan Hongkong (75.5).
Ini
tentunya menjadi masalah kita bersama, dan tidak akan terurai jika tidak
dibenahi sejak dini.
Usaha
yang coba dilakukan Makmal Pendidikan adalah dengan memberikan pelatihan
Pembelajaran Berbasis Literasi, nah lohh, apaan tuh?.
Menurut Baynham, Literasi merupakan integrasi
keterampilan menyimak, berbicara, menulis, membaca, dan berpikir kritis.
Diharapkan dari pelatihan ini guru
meningkatkan Kemampuan membaca dan kemampuan menulis. Untuk menjadi penulis
yang besar,maka harus dapat membaca dengan benar. Menulis adalah kemampuan
untuk menuangkan gagasan dari hasil membaca ke dalam bentuk tulisan.
***
Makmal pendidikan berpendapat bahwa
guru merupakan ujung tombak jika kita ingin melakukan perubahan, untuk itulah
Makmal pendidikan memulai dari guru, satu guru akan menularkan ke beberapa
muridnya. Saat ini Makmal telah melatih 286 guru dengan jumlah siswa 5246, dan
pelatihan serentak dilaksanakan di 14 kota tersebar dari Sumatera hingga Papua.
Mmmm…kecil memang, jika dibandingkan
dengan jumlah penduduk Indonesia, namun perubahan harus dimulai dari yang kecil
dan membentuk perubahan besar.
Alhasil,kedepannya literasi bukan lagi kata yang melangit, namun
sudah membumi, dan menjadi sebuah budaya bangsa ini.
Semoga menginspirasi….
0 komentar:
Posting Komentar